Dari Es Teh Poci ke Persahabatan: Semua Dimulai di Kantin

Es teh poci di kantin sekolah kami mungkin terlihat biasa—disajikan dalam gelas plastik dengan es batu dan sedotan warna-warni. Tapi bagi kami, minuman manis dan menyegarkan itu punya makna yang jauh lebih besar daripada sekadar penghilang dahaga. Es teh poci adalah saksi bisu dari percakapan-percakapan ringan yang berubah menjadi keakraban, dari pertemuan-pertemuan singkat yang akhirnya menumbuhkan rasa nyaman, dan dari momen-momen sederhana yang pelan-pelan menjalin benang persahabatan.Saat jam istirahat tiba, langkah kami refleks menuju kantin, bukan hanya karena lapar atau haus, tapi karena tahu di sana ada meja bundar kecil tempat kami bisa duduk bareng, menyeruput es teh poci sambil tertawa atau mengeluh soal tugas. Di tengah keramaian kantin, gelas es teh poci sering jadi pusat meja—dikelilingi oleh cerita, candaan, bahkan kadang-kadang curhat serius. Di situ, kami menemukan kebersamaan yang tulus, tidak dibuat-buat. Hanya duduk bersama, berbagi momen, dan merasa bahwa kita tidak sendirian.

Kadang, satu gelas es teh dibagi berdua karena uang jajan sedang pas-pasan. Tapi justru dari situ kami belajar peduli dan saling menguatkan. Pernah juga, saat seseorang merasa sedih, ada saja yang datang membawa segelas es teh sebagai bentuk perhatian kecil—dan dari hal kecil itu, muncul rasa hangat yang sulit dijelaskan. Di kantin, kami belajar bahwa perhatian tidak harus mahal. Cukup dengan es teh poci dan telinga yang mendengarkan, sebuah ikatan bisa tercipta.
Kantin menjadi tempat tumbuhnya banyak hal yang tak tertulis dalam buku pelajaran. Di sana kami belajar arti kesetiaan teman, pentingnya berbagi, dan keindahan momen-momen sederhana. Tidak ada pelajaran matematika atau bahasa Indonesia yang mengajarkan bagaimana caranya menjadi teman yang baik, tapi semua itu kami pelajari dari kebersamaan di kantin.

Mungkin kelak kami akan melupakan rasa persis es teh poci di kantin sekolah. Tapi kami tidak akan pernah lupa bagaimana rasanya duduk bersama, merasa diterima, dan disayangi apa adanya. Semua dimulai dari situ—dari segelas es teh poci dan hati yang terbuka untuk berteman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekolah : Lebih dari Sekedar Tempat Belajar